Jadi Super Holding, Super Juga Tantangannya: 844 Perusahaan BUMN Resmi Jadi Milik Danantara

Jakara,BentengNews.com-Peralihan 844 perusahaan BUMN ke dalam satu superholding bernama Danantara bukanlah sekadar perubahan administratif biasa. Ini adalah momen strategis yang menentukan masa depan ekonomi Indonesia. Bayangkan, aset-aset negara senilai ribuan triliun rupiah kini terkonsolidasi dalam satu payung raksasa. Di satu sisi, ini memberi peluang besar untuk mengoptimalkan sinergi, menghapus tumpang tindih bisnis, serta mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Namun di sisi lain, tantangan yang muncul pun tidak main-main. Super holding berarti kompleksitas manajemen melonjak tajam, risiko akumulasi kesalahan membesar, dan tekanan publik untuk transparansi meningkat.

Dalam skala sebesar ini, keberhasilan Danantara akan sangat bergantung pada kualitas manusia yang mengelolanya. Struktur organisasi bisa dirancang seideal mungkin, visi-misi bisa ditulis seindah mungkin, tetapi jika yang menjalankan adalah sumber daya manusia (SDM) medioker atau, lebih buruk lagi, SDM hasil titipan politik, maka superholding ini akan menjadi super beban bagi negara. Karena itu, pembangunan Danantara harus mulai dari pembangunan manusia. Bukan hanya soal kapabilitas teknis, tetapi juga karakter kepemimpinan, integritas moral, dan keberanian untuk mengambil keputusan berbasis prinsip, bukan tekanan eksternal. Jika tidak, konsolidasi besar ini hanya akan memperbesar lubang-lubang inefisiensi yang selama ini sudah menjadi penyakit kronis BUMN.

Belajar dari Dunia: Best Practice Rekrutmen Super Holding

Dunia telah banyak memberikan contoh bahwa pengelolaan superholding tanpa sistem rekrutmen yang bersih dan berbasis meritokrasi hanya akan berujung pada kegagalan. Lihatlah Temasek Holdings di Singapura. Sejak awal berdirinya, Temasek sadar bahwa keberhasilannya tidak bergantung semata pada struktur aset yang besar, melainkan pada kualitas talenta yang mengelola. Temasek membentuk unit khusus untuk pengembangan talenta, yang bertugas mengidentifikasi, membina, dan merekrut profesional terbaik, baik dari dalam maupun luar negeri. Proses seleksi di Temasek sangat ketat: ada asesmen kepribadian, simulasi pengambilan keputusan bisnis, hingga uji integritas. Semua dilakukan secara transparan, tanpa celah untuk campur tangan politik.

Di Malaysia, Khazanah Nasional menjadi contoh bagaimana superholding bisa membangun leadership pipeline jangka panjang. Mereka mengembangkan program-program seperti Khazanah Graduate Programme yang membina anak-anak muda berprestasi untuk menjadi calon pemimpin masa depan. Proses rekrutmen Khazanah selalu diawasi konsultan independen, dan ada kebijakan ketat bahwa jabatan strategis tidak boleh diisi oleh orang yang punya afiliasi politik aktif. Bahkan untuk posisi CEO, biasanya dilakukan pencarian global melalui executive search firm internasional.

Di Norwegia, pengelolaan Government Pension Fund Global mengajarkan satu hal penting: integritas tidak boleh dinegosiasikan. Rekrutmen dilakukan oleh lembaga terpisah, tidak ada campur tangan politik, dan semua kandidat melewati serangkaian tes kompetensi yang dirancang untuk memastikan bahwa hanya orang terbaik yang bisa mengelola dana rakyat. Indonesia punya peluang untuk mengikuti jalur serupa melalui Danantara, tetapi hanya jika berani meninggalkan praktik lama yang selama ini menjadi duri dalam daging.

Membandingkan Skema Rekrutmen: Pelajaran untuk Danantara

Untuk membangun Danantara sebagai superholding kelas dunia, Indonesia perlu bercermin pada praktik terbaik yang sudah diterapkan di berbagai negara. Temasek Holdings di Singapura, Khazanah Nasional di Malaysia, dan Government Pension Fund Global di Norwegia adalah tiga contoh nyata bagaimana tata kelola sumber daya manusia menjadi penentu utama kesuksesan superholding. Ketiganya mengandalkan sistem rekrutmen yang profesional, terstandar global, dan bebas intervensi politik.

Temasek Holdings membangun Talent Management Unit yang secara aktif merekrut dari pasar global, mengutamakan uji kapabilitas, kepemimpinan, dan integritas personal. Tidak ada ruang untuk politisasi jabatan, bahkan untuk posisi komisaris sekalipun. Mereka bekerja erat dengan executive search firms ternama dunia dan membangun pipeline kader kepemimpinan sejak dini.

Khazanah Nasional di Malaysia mengembangkan Young Talent Program untuk mencetak calon pemimpin masa depan. Sistem rekrutmen mereka didukung asesmen yang transparan, kontrak kinerja berbasis hasil (performance-based contract), dan audit tahunan kinerja individu. Afiliasi politik aktif menjadi larangan keras untuk pejabat di Khazanah.

Government Pension Fund Global di Norwegia mungkin menjadi contoh paling ketat. Mereka melarang total intervensi politik dalam pengelolaan dana negara. Perekrutan dilakukan melalui lembaga terpisah yang independen dari pemerintah, dengan pengawasan publik yang ketat melalui parlemen dan media massa.

Dari ketiga contoh ini, skema ideal Danantara seharusnya mengadopsi kombinasi terbaik: membentuk Independent Nomination Committee, melarang titipan politik, mengadopsi kontrak berbasis kinerja, membangun Talent Pool jangka panjang dari kalangan profesional muda terbaik, dan membuka kompetisi global jika perlu untuk posisi strategis. Dengan demikian, Danantara akan lahir bukan sebagai superholding kosmetik, tetapi sebagai institusi yang benar-benar memiliki stamina global.(*)